Khutbah ‘Idul Fitri Ahad 1 Syawal 1441 H/24 Mei 2020 – Memaknai ‘Idul Fitri dan Kemenangan di Musim Pandemi
Oleh Dr. M. Nurdin Zuhdi, S.Th.I., M.S.I.*
نَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَمُضِلَ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلَهَ اِلآّ اَللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُهَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٌ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا. اَمَا بَعْدُ.
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah [2]: 222)
Jamaah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah…
Tahun ini, umat Islam diseluruh penjuru dunia merayakan Hari Raya Idul Fitri yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kemenangan hari ini harus kita rayakan di tengah gempuran pandemi yang belum juga mereda. Sehingga shalat ‘Id ini juga harus dilaksanakan oleh sebagian masyarakat di rumah masing-masing bersama keluarga. Karena Corona, umat Islam di seluruh penjuru dunia, khususnya di Indonesia harus rela kehilangan “megahnya tradisi hari raya”. Namun demikian, hakikat kemenagnan ‘Idul Fitri tidaklah sirna seketika.
Dengan adanya himbauan “lebaran di rumah saja” sama sekali tidak mengurangi dari esensi atau nilai-nilai dari perayaan hari raya. Tanpa sedikitpun mengurangi rasa hormat kita pada saudara-saudara kita yang terdampak Corona, bagaimanapun juga hari raya ini harus tetap kita rayakan bersama keluarga kita di rumah masing-masing dengan penuh suka cita. Silaturahim masih tetap bisa kita lakukan dengan cara virtual atau lewat dunia maya, seperti daringnya siswa atau mahasiswa demi untuk mencegah penyebaran virus Corona.
Idul Fitri Momen Introspeksi
Jamaah Shalat Idul Fitri yang Berbahagia…
Hakikat hari raya bukanlah hura-hura atau pesta pora. Ini adalah momentum untuk introspeksi diri. Setelah sebulan penuh kita digembleng dengan puasa dan berbagai rangkaian ibadah yang menyertainya, seharusnya pada Hari Raya Idul Fitri ini kita terlahir kembali sebagai manusia paripurna tanpa berlumur dosa. Ramadhan dengan tilawah Al-Qur’nya seharusnya mampu menjadikan kita sebagai pribadi muslim yang memiliki hati yang lembut, semakin tinggi nilai simpati dan empatinya kepada sesama. Karena hakikat puasa Ramadhan bukan hanya mengajarkan nilai-nilai keshalihan individual semata, namun hakikat puasa Ramadhan juga mengajarkan nilai-nilai keshalihan sosial. Apa lagi Ramadhan tahun ini dibarengi dengan merebaknya pandemi. Seharusnya sisi kemanusiaan kita lebih siap karena sudah teruji. Jika Ramadhan dan tilawah Al-Qur’an serta amalan ibadah lain yang mengirinya tidak lagi mampu melembutkan hati, jangan-jangan kitalah manusia yang sesungguhnya sedang terinfeksi.
Hari ini manusia di seluruh penjuru dunia panik dan resah, takut terinfeksi dan menjadi korban virus yang mematikan bernama Corona. Sehingga segala daya dan upaya dikerahkan sekuat tenaga untuk menjauh dan memproteksi diri dari virus yang mematikan ini. Jika ada yang sudah terinfeksi maka wajib dirawat dan dikarantina. Berbagai langkah antisipatif dan preventif juga telah ditempuh oleh lebih dari 212 negara untuk membunuh virus ini. Kesadaran warga dunia juga semakin tinggi akan pentingnya pola hidup sehat. Corona yang telah menginfeksi lebih dari 5 juta penduduk dunia ini telah menyadarkan dan sekaligus memaksa warga dunia untuk hidup lebih disiplin, seperti rajin menjaga kebersihan tubuh, rajin cuci tangan, menerapkan social dan phsycal distancing.
Namun, sayangnya kepanikan dan keresahan itu tidak tampak dalam menghindari atau mengobati dari ancaman virus yang dampaknya juga jauh lebih mematikan dan berbahaya. Virus ini bahkan dapat merubah manusia yang waras menjadi binatang buas. Orang yang terinfeksi virus Corona akal dan hatinya masih bisa berfungsi dengan baik, karena Corona hanya menyerang sistem pernafasan manusia. Sedang virus ini menyerang dan melumpuhkan hati nurani dan akal sehat manusia. Virus ini merupakan penyakit hati dan merupakan sifat tercela, virus ini bernama “Syirik”. Virus Syirik ini bahkan bisa membuat seseorang menentang Tuhan yang telah mencipkan dirinya. Bukan hanya menuhankan dunia dan harta benda yang dikumpulkannya, bahkan virus ini bisa menuhan dirinya sendiri.
Kabar buruknya, virus bernama Syirik ini juga telah bermutasi sejak ribuan tahun yang lalu dengan nama Syirik Asghar (syirik kecil) yang menjelma berupa sifat-sifat tercela seperti: iri, dengki, hasut, riya’, ujub, sum’ah, dendam, serakah, kufur nikmat dan lain-lainnya. Lawan dari Syirik Asghar adalah Syirik Akbar (syirik besar). Jika Syirik Akbar cenderung lebih mudah dideteksi karena kebanyakan sifatnya lahiriah. Untuk mendeteksi Syirik Akbar tidak perlu menggunakan peralatan medis yang canggih, tes darah dan lain-lainnya. Salah satu contohnya adalah penyembah berhala.
Sedangkan Syirik Asghar, sulit untuk dideteksi. Kecanggihan alat medis tidak mampu mendeteksinya. Hanya kepekaan dan kebersihan hati nurani yang mampu mendeteksinya. Contohnya Ujub. Ujub adalah mengagumi atau membanggakan dirinya sendiri dan menganggap rendah orang lain. Orang yang terinfeksi virus Ujub dia merasa bahwa dirinya sendirilah orang yang paling shalih atau dirinya sendirilah orang yang paling banyak menafkahkan rizkinya di jalan Allah. Virus ini sifatnya tidak lahiriah, namun bathiniyah. Virus ini sangat berbahaya, karena dapat melenyapkan pahala amal shalihnya (QS. Al-An’an [16]: 88):
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah (musyrik), niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.”
Namun sayangnya virus Ujub susah dideteksi, baik oleh dirinya sendiri maupun orang lain. Sehingga virus ini banyak mengeinfeksi orang, termasuk orang yang rajin shalat dan puasa sekalipun. Contoh lainnya adalah Serakah. Orang yang terinfeksi virus Serakah dampaknya juga sangat mematikan dan berbahaya. Orang yang serakah terhadap harta dengan korupsinya yang jumlahnya miliaran dan bahkan mencapai triliunan telah banyak melumpuhkan sendi perekonomian negara. Kemiskinan yang disebabkan oleh korupsi dapat mendorong kepada merajalelanya tindak kejahatan seperti pembunuhan, perampokan, miras, narkoba dan obat-obatan terlarang, oborsi, kekerasan pada perempuan dan anak serta kejahatan-kejahatan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa korupsi dampaknya sangat luas, massif dan berbahaya.
Hakikat Kemenangan di Tengah Pandemi
Jamaah Shalat Idul Fitri yang Berbahagia…
Jika orang yang gugur karena terinfeksi virus Corona dapat dihukumi syahid dengan imbalan surga, sebaliknya orang yang terinfeksi virus Syirik dan kemudian ia meninggal dunia sebelum sempat “berobat” (taubat) maka imbalannya bukanlah surga, melainkan neraka (QS. Al-Maidah [5]: 72). Sejauh ini langkah terbaik yang telah ditempuh oleh beberapa negara di dunia untuk mengobati dan mencegah penyebaran virus Corona adalah melakukan karantina. Lalu bagaimana cara mencegah dan mengobati virus Syirik ini? Ramadhan adalah jawabannya.
Jika karantina untuk virus Corona adalah 14 hari, maka karantina untuk virus Syirik jauh lebih lama, yaitu 30 hari. Inilah yang disebut dengan “Karantina Ruhani”. Lamanya karantina ruhani ini menunjukkan bahwa virus Syirik jauh lebih berbahaya dari pada virus Corona. Seseorang yang telah melakukan karantina dengan baik sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan selama 14 hari, hampir dipastikan dia aman dan terbebas dari terinfeksi virus Corona. Begitupun juga dengan seseorang yang telah melakukan karatina ruhani dengan baik selama 30 hari di bulan Ramadhan, seharusnya dia juga dapat dipastikan aman dan terbebas dari virus Syirik. Kecuali pada masa karantina ruhani 30 hari tersebut dilakukan tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku, maka karantina ruhani tersebut menjadi sia-sia belaka. Tanda bahwa karantina ruhani 30 hari yang sia-sia adalah puasa yang hanya dilakukan dalam arti sempit, yaitu sebatas menahan diri dari membatalkan puasa secara fikih semata. Sehingga puasanya terancam hanya sekedar mendapatkan lapar dan dahaga (HR. Ibnu Majah No.1690). Jika puasanya dilakukan dalam arti luas yaitu menahan seluruh anggota tubuh, pikiran dan hatinya dari berbuat dosa, maka inilah karantina yang sesungguhnya. Ketika Hari Raya Idul Fitri tiba, hati dan jiwanya menjadi lembut. Dia akan menjelma menjadi orang yang mudah memaafkan. Tidak ada lagi iri, dengki dan dendam di dalam hatinya. Hilang sifat riya’, ujub, suma’ah, takabur, kufur, serakah, dan sifat-sifat tercela lain-lainnya. Inilah yang disebut dengan kembali pada diri yang fitri, yaitu suci dan bersih dari virus-virus hati. Ini adalah hakikat kemenangan yang sejati.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٌ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
اَلّلَهُمَّ اغْفِرْلِلْمُسِلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ
رَبَّنَآ أَتِنَآ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَآ عَذَابَ النَّار
سُبْحَانَ رَبكَ رَبّ الْعِزَةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمُ عَلىَ الْمُرْسَلِيْن وَالحَمْدُ ِللهِ رَبّ ِاْلعآلَمِيْن
* Doktor Studi Islam Alumni Pascasarna UIN Sunan Kalijaga; Dosen Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta