Pandanglah Manusia Sebagai Manusia
Oleh Dr. H. Sofyan Thaha Bachmid, S.Pd., M.M.*
Kembali saya menyarikan suatu kisah dari diskusi Kamis malam di Komunitas Puduli Umat (KPU).
Malik Bin Dinar Suatu Ketika datang ke Basrah. Di sana Dia dapati masyarakat tengah melaksanakan shalat dhuhur berjamaah di Masjid. Ia pun ikut shalat berjamaah. Selepas Shalat masyarakat lanjut berdoa hingga tiba waktu Ashar.
Malik Bin Dinar lantas bertanya Ada apa ini?
Masyarakat di disitu lantas menjawab matahari ini sudah terlalu lama terik di negeri ini, hujan tak pernah turun hingga sumur-sumur kami bahkan sungai, menjadi kering karenanya.
Akhirnya Malik Bin Dinar memutuskan untuk ikuti masyarakat di situ berdoa hingga selesai waktu Isya. Selepas shalat dan berdo’a, jama’ah masjid lantas kembali ke rumah masing-masing namun hujan tak kungjung tiba. Karena Malik Bin Dinar musafir di desa itu, Ia pun tetap tinggal di masjid menunggu pagi. Malik berbaring di salah satu pojokan luar masjid.
Ketika malam semakin larut, tiba-tiba datang seorang hamba sahaya, perawakannya hitam, rambutnya ikal, hidungnya pesek dan perutnya agak gendut dan pendek. Orang itu menggunakan dua sarung. Satu dikenakan seperti sarung biasa dan satunya lagi diletakkan di pundaknya seperti seorang menggunakan ihram ketika umarah atau haji.
Setiba dalam masjid, orang tersebut melihat ke kanan dan ke kiri. Ia tidak melihat ada Malik bin Dinar tengah berbaring-baring dipojokkan luar masjid, namun Malik bin Dinar melihatnya bahkan sejak masuk tadi. Apa yang dilakukan Hamba Sahaya itu diperhatikan oleh Malik bin Dinar.
Yakin bahwa di Masjid tidak ada orang lain selain dirinya, lantas Hamba Sahaya ini melaksanakan shalat dua rakaat. Setelah shalat, orang ini kembali menengok ke kiri dan kanan bahkan ke belakang. Setelah kembali Ia yakin tidak orang, Ia lantas berdo’a sambil mengangkat kedua tangannya. Ia berdoa dengan suara agak keras hingga terdengar oleh Malik bin Dinar.
“Ya Allah turunkan hujan di negeri ini, sekarang, sekarang dan sekarang Ya Allah,” pinta Hamba ini dalam doanya.
Belum lagi Hamba Sahaya ini menutup doanya, seketika langit menjadi mendung dan lantas hujan turun dengan lebatnya. Melihat kejadian ini Malik bin Dinar menjadi takjub. Malik Membayangkan sejak Dhuhur tadi masyarakat berkumpul shalat dan berdoa namun hingga malam hari tak ada setetes pun air yang turun dari langit. Namun orang ini dalam sekejap Ia berdoa hujan langsung membasahi negeri ini.
Hamba Sahaya ini bergegas pulang ke rumahnya. Malik bin Dinar mengikutinya dari kejauhan. Karena gelap Malik tidak mengetahui persis dimana rumah orang tersebut. Namun sebagai pertanda Malik mengambil sesuatu dan meletakkannya di jalan dari masjid hingga dekat rumah hamba tadi.
Keesokan harinya Malik bin Dinar kembali mencari rumah Hamba Sahaya yang semalam berdoa di Masjid. Ia menemukan rumah tempat penampungan budak. Lantas Malik bertanya kepada si pemilik rumah.
“Saya mau membeli seorang Budak. Coba tunjukkan ke saya para budak yang ada di sini,” ujar Malik.
Lantas pemillik rumah memerintahkan semua budak yang ada dalam rumah itu untuk keluar. Setelah memperhatikan semua perawakan dan wajah para budak, Malik lantas kembali bertanya.
“Selain meraka ini masih adakah budak yang lain?” tanya Malik.
Si pemilik rumah lantas menjawab tidak ada lagi tuan.
Malik bin Dinar lantas hendak kemali ke Masjid, tiba-tiba dia melihat disebelah rumah itu ada sebuah gubuk reot yang dindingnya menempel di rumah besar itu. Lantas Malik bertanya;
“Adakah penghuni gubuk itu?”
“Ada,” jawab pemiki budak sambil menerangkan bahwa yang tinggal di gubuk itu seorang budak tua yang tidak berguna lagi.
Malik meminta mau menemui budak tersebut. Lantas pemilik budak memanggil penghuni gubuk tersebut. Setelah mencermati postur tubuh budak yang keluar tersebut Malik lantas berujar saya mau beli budak ini. Si Pemilik budak lantas berkata untuk apa Tuan mau dengan budak ini. Dia ini hanya orang tua yang sudah tidak ada manfaatnya lagi. Namun Malik bersikeras mau membelinya. Akhirnya mereka sepakat dan Malik membeli budak tersebut.
Sang Budak lantas bertanya kepada Malik bin Dinar.
“Mengapa tuan mau membeli saya? Saya ini hanya orang tua yang sudah tidak ada manfaatnya lagi,” ujar sang budak.
“Saya membeli anda karena saya hendak memerdekakan Anda,” jawab Malik
“Mengapa tuan mau membebaskan saya?” tanya sang budak penasaran.
Lantas Malik bin Dinar menjelaskan. Kemarin ketika saya datang ke negeri ini, semua orang tengah berkumpul di Masjid dari siang hingga malam hari mereka shalat, berdoa, berzikir hingga selesai waktu isya dengan harapan agar hujan bisa turun ke negeri ini, namun hingga malam hari hujan tak kunjung datang walaupun hanya setetes. Namun diwaktu malam hari saya lihat Anda masuk ke Masjid dan minta kepada Allah untuk turun hujan, sebelum Anda selesai berdoa Allah langsung kabulkan doa Anda.
“Mungkin Tuan salah lihat orang,” ujar budak ini merendah.
“Demi Allah Anda yang saya lihat semalam,” Ujar Malik bersumpah.
Mendengar jawaban Malik bin Dinar sang budak langsung sujud ke tanah. Melihat itu, Malik kaget dan berusaha mendengar apa yang hendak disampaikan budak tersebut. Dalam Sujudnya Budak ini berujar, Ya Allah sang pemilik rahasia. Sesungguhnya rahasia ini telah nampak. Karenanya Ya Allah saya tidak mampu lagi hidup karena rahasia saya ini sudah diketahui oleh orang lain. Selepas berdoa, Hamba sahaya tersebut langsung meninggal dunia. Subhanallah. Sungguh doa itu merupakan senjata orang mukmin. Kita tidak mengetahui doa siapa yang dikabulkan oleh Allah. Kemuliaan manusai bukan pada bentuk fisiknya, bukan pula apa yang dimilikinya. Kita tak mengenalnya namun di langit orang tersebut bisa mashur namanya. Olehnya Pandangilah Manusia itu sebagai Manusia.
* Sekretaris Umum MUI Provinsi Sulawesi Tengah