Ikhlashnya Pengorbanan Mendatangkan Pertolongan Allah

Khutbah Idul Adha 1440 H.
Oleh. Ustad Mokh. Ulil Hidayat
(Dosen IAIN Palu; Wakil Dekan Bidang Administrasi, Umum, dan Kuangan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Palu; Bendahara Umum Majelis Ulama Indonesia Provinsi Sulawesi Tengah)
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ. اَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ اْلحَمْدُ
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وِعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ. إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ .وقال ايضا : وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَن كَفَرَ فَإِ نَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillaahilhamdu
Puji syukur senantiasa kita panjatkan atas segala karunia Allah swt sehingga pada pagi hari nan cerah ini kita dapat bersama-sama berkumpul untuk mengumandangkan kebesaran asma Allah yang agung ke seluruh penjuru dunia. Allah swt adalah Sang Khaliq, sedang manusia dan segala yang ada di alam ini adalah makhluq. Sudah menjadi hukum bahwa makhluq membutuhkan Khaliq. Sudah menjadi ketetapan bahwa makhluk memiliki hajat kepada Sang Khaliq. Karena itu, sudah menjadi keharusan makhluq menyembah Sang Khaliq. Sudah menjadi keniscayaan makhluq mengikuti aturan Sang Khaliq.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw. Beliau adalah sosok manusia sempurna fisiknya, santun pekertinya, dan mulia akhlaknya. Beliau insan paripurna yang patut menjadi teladan dalam mengarungi kehidupan. Semoga kita umatnya selalu bisa mengikuti sunnah-sunnahnya.
Kaum Muslimin wal Muslimat, Jama’ah Shalat Iedul Adha Yang Berbahagia
Hari ini lebih satu milyar orang sedang bersama-sama memeringati peristiwa yang agung, peristiwa yang menjadi tonggak sejarah pengabdian penuh totalitas hamba-hamba yang ikhlas kepada Sang Khaliq. Peristiwa yang jejak-jejaknya diabadikan menjadi rangkaian ibadah umat Islam. Ibadah Haji dan Qurban adalah dua peristiwa yang merupakan napak tilas perjalanan sejarah penuh makna, yaitu sejarah keluarga Nabi Ibrahim a.s. Beliau adalah seorang nabi dan rasul yang juga menjadi bapaknya para nabi dan rasul. Beliaulah salah seorang Khailullaah, “Bapak Tawhid”, penyandang gelar Ulul Azmi.
Totalitas penghambaannya bermula dari membersihkan kemusyrikan kaumnya. Kaum Nabi Ibrahim tidak menyembah Allah swt. bahkan mereka membuat patung-patung, lalu mereka menyembahnya. Akal sehat dan hati nurani Nabi Ibrahim tidak bisa menerima patung-patung itu dijadikan Tuhan. Padahal patung-patung itu tidak memiliki kekuatan apapun. Patung itu tidak memberi manfaat dan tidak juga memberi mudharat. Pada suatu hari, tatkala Raja dan pengikutnya mulai meninggalkan kota untuk berburu, Beliau mulai menghancurkan patung-patung itu. Karena peristiwa itu, Beliau menjadi buronan yang paling dicari, dikejar-kejar dan ditangkap. Namrud memutuskan membakar hidup-hidup Nabi Ibrahim. Tetapi, atas ijin Allah, Nabi Ibrahim selamat dari kobaran api yang menyala-nyala.
Peristiwa berikutnya menunjukkan betapa Nabi Ibrahim as. mendahulukan kepatuhan dan ketaatannya kepada Allah swt. di atas segalanya. Ketika Nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk hijrah dari Palestina ke Mekkah. Tidak ada kata sedih, apalagi menyangkal perintah tersebut. Padahal Mekkah adalah negeri yang belum dikenal situasi dan keadaannya. Sedang di Palestina, Nabi Ibrahim beserta keluarganya hidup dalam keadaan nyaman, aman dan sejahtera. Karena hijrah itu perintah Allah, maka tidak kata penolakan, apalagi pembangkangan. Yang ada hanyalah sami’na wa atha’na.
Dibawalah Siti Hajar dan Ismail yang masih bayi nan lemah itu. Sesampai di Mekkah, tak lama kemudian, Nabi Ibrahim as. meninggalkan Hajar dan Ismail tanpa penjelasan. Tanpa persiapan apapun, bahkan air minum pun sudah tinggal sedikit. Hajar mencoba mencari jawaban, mengapa Ibrahim tega meninggakan mereka berdua. Sekali lagi, Siti Hajar meminta jawaban mengapa Ibrahim meninggalkannya, tetapi tidak mendapatkan jawaban yang melegakan. Saat, Hajar bertanya apakah kepergian Ibrahim meninggalkan mereka berdua itu perintah Tuhannya. Barulah Ibrahim menjawab iya. Dengan jawaban itu, Hajar tidak bertanya lagi.
Bersama anak kecil mungil itu, Siti Hajar yang seorang perempuan itu ditinggal sendiri. Di lembah dari perbukitan yang tidak kenak situai dan kondisinya itu ujian iman dijalani oleh Ibrahim, Siti Hajar, dan Ismail yang masih sangat kecil.
Kini, persediaan air benar-benar nyaris habis. Siti Hajar pontang-panting mencari sumber air. Sesekali mendaki bukit Shafa untuk memantau jikalau ada kafilah yang membuat kemah. Begitu pula saat mendaki bukit Marwah, nyatanya tidak ada siapapun. Larinya Siti Hajar ke sana kemari, mendaki bukit Safa-Marwah ini yang kemudian diabadikan sebagai ritual ibadah Sya’i.
Dan saat benar-benar air telah habis, Siti Hajar nyaris putus asa. Saat-saat kritis seperti itulah, pertolongan Allah swt. datang. Air menyembur deras dari bekas kaki Ismail. Atas kuasa Allah, Siti Hajar juga Ismail terselamatkan. Tempat keluarnya air itu dikenal kemudian dengan sumur Zam-zam.
Kaum Muslimin wal Muslimat, Jama’ah Shalat Iedul Adha Yang Berbahagia
Waktu terus bergulir sehingga Ismail sudah mulai tumbuh menjadi anak-anak menjelang remaja. Dan, Ibrahim telah kembali berkumpul dengan Siti Hajar dan Ismail. Diajaklah Ismail oleh ayahnya membangun Ka’bah. Disusunlah batu-batu membentuk bangunan persegi empat hampir seperti bujur sangkar. Pada saat jangkauan Ibrahim tidak sampai, Ismail pun mengambil sebongkah batu untuk pijakan ayahnya. Batu itulah yang kemudian, saat ini, dikenal dengan Hijir Ismail.
Setelah berhasil membuat Ka’bah, kawasan itu pun semakin ramai. Tempat itu mulai sering didatangi banyak kafilah. Banyak diantara mereka melakukan thawaf, mengelilingi Ka’bah seperti yang diajarkan Ibrahim. Tetapi juga tidak sedikit, mereka datang untuk sejenak istirahat, sambil mengambil persediaan air. Lalu, mereka melanjutkan perjalanannya.
Keluarga Ibrahim juga perlahan-lahan menjadi keluarga yang sempurna. Mereka tidak lagi terpisahkan. Kehidupan Ibrahim-Hajar diwarnai canda tawa dan kelucuan Ismail, sebagaimana keluarga pada umumnya. Ketenangan dan kebahagiaan keluarga kecil Ibrahim ternyata diuji lagi keimanannya. Ibrahim mendapatkan mimpi. Mimpi perintah Tuhan, yang sangat berat untuk dilaksanakan. Ketika mimpi pertama, Ibrahim tidak langsung percaya, kalau Ia diperintahkan untuk meng-qurban-kan Ismail, putra satu-satunya yang lagi lucu-lucunya. Namun, mimpi ini seolah benar-benar nyata terjadi. Sampai tiga kali Ibrahim memimpikan hal yang sama ini. Untuk meyakinkan diri, Ibrahim mengajak diskusi putera kesayangannya itu, sebagaimana diabadikan oleh Alloh swt. dalam Q.S. As-Shaffat (37): 102
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Jawaban putera kesayangan ini pun menguatkan keyakinan Ibrahim as. Dengan keyakinan penuh ini lah Ibrahim melaksanakan perintah Alloh swt. untuk ber-Qurban. Kesabaran dan keikhlasan Ibrahim bersama keluarganya ini dijawab oleh Alloh swt. bukanlah Ismail yang di-qurban-kan tetapi Alloh swt. menggantikannya dengan seekor sembelihan yang amat besar. Sebagaimana Alloh swt. mengabadikan dalam Q.S. As-Shaffat (37): 103-111 sebagai berikut:
Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, ”Selamat sejahtera bagi Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillaahilhamdu
Kisah Ibrahim beserta keluarganya ini memberikan pelajaran yang sangat dalam kepada kita. Keluarga Ibrahim as. ini adalah kisah yang penuh tauladan bagi kita semuanya. Ada tiga makna penting dari kisah ini. Pertama, dalam menghadapi kehidupan perlu kesungguh-sungguhan dalam iman dan keyakinan. Orang mukmin harus menempatkan Tuhan sebagai totalitas kehidupan. Dengan sepenuh perjuangan membuktikan keimanan ini. Semua perintah Tuhan adalah sesuatu yang harus dilaksanakan tidak boleh ada keraguan. Kedua, dalam menjalankan keimanan harus ada kesabaran. Karena belum dikatakan seseorang beriman jika belum diuji. Ujian keimanan sudah pasti datang dengan pelbagai bentuknya. Semua ujian harus dijalani dengan sabar dan pasti ada akhir dari ujian. Dan akhir dari ujian adalah naiknya derajat seseorang. Ketiga, setiap menjalani serangkaian ujian harus diteria dengan penuh ikhlash.
Jika ujian iman dijalani dengan penuh kesungguhan, sabar dan ikhlash maka pertolongan Allah swt. sangatlah dekat. Allah swt. dalam Al-Quran berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا – وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Kaum Muslimin wal Muslimat, Jama’ah Shalat Iedul Adha Yang Berbahagia
Idul Adha tahun ini berdekatan dengan hari kemerdekaan bangsa Indonesia ini. Seolah-olah dua peristiwa ini memiliki hubungan yang saling keterkaitan. Demikian Nabi Ibrahim memperjuangkan keimanan, lalu dijalani dengan penuh kesungguhan, kesabaran, keikhlasan, dan tidak pernah putus asa mekipun perjuangan itu terasa berat. Karena di dalam lubuk hati Ibrahim bersama keluarganya ada satu hal, yaitu harapan dan janji Allah swt.
Demikian halnya, apa yang sudah dijalani oleh mereka para pejuang syuhada bangsa ini dalam memerdekakan bangsa Indonesia ini. Para Syuhada ini memiliki keyakinan, kesungguhan, kesabaran, keihlasan dan harapan. Mereka sudah bisa mengorbankan ke-ego-annya. Mereka sudah sampai tingkat pengorbanan kepentingan individual. Seluruh hidupnya telah di-qurban-kan demi kebebasan belenggu syaithaniyyah (penjajah). Tentu, pengorbanan yang mereka persembahkan harganya tidak ada bandingannya.
Saat ini, kita umat Islam, yang juga sekaligus sebagai bangsa Indonesia, memiliki tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan. Bagaimana kita seharusnya menjalani agama, sebagai muslim dan mukmin yang paripurna, sekaligus menjadi warga bangsa yang baik. Perjuangan di masa depan akan semakin berat. Tantangan sebagai Kaum Muslimin akan datang dari segala penjuru mata angin. Demikian juga sebagai bangsa. Ancaman akan silih berganti dengan berbagai modelnya. Akhir-akhir ini sudah mulai dirasakan massifnya ancaman keislaman dan kebangsaan. Telah dirusaknya mentalitas dan moralitasnya. Sebagian diantara penguasa sudah tidak takut lagi melakukan korupsi. Hasil korupsinya untuk memenuhi gaya hidup glamor dan hedon. Menghalalkan segala cara demi kekuasaan atau keuntungan.
Juga dilemahkan fisik dan psikologinya dengan maraknya narkoba. Hamper setiap hari kita mendengar berita tentang masuknya narkoba. Ditangkapnya pengedar narkoba. Digrebegnya pecandu narkoba. Barang haram ini semakin hari semakin marak.
Belum lagi dikacaukannya ukhuwah Islamiyah. Sesama umat diadu domba. Selalu saja ada yang diperselisihakan. Lebih parah lagi dengan beredarnya berita hoax di media sosial. Tentu, masih banyak lagi tantangan kita. Sumber daya alam yang belum dikelola secara optimal untuk kesejahteraan rakyat. Karena itu, yang kita butuhkan adalah menanamkan kembali iman dan taqwa untuk membentengi moralitas generasi mendatang. Ilmu pengetahuan dan tekonologi yang mumpuni untuk mengelola kekayaan alam. Dan, budi pekerti untuk tetap mempertahankan jati diri bangsa yang pernah memiliki peradaban yang tinggi.
Perjuangan membentuk pribadi yang demikian juga membutuhkan sinergitas dari semua sektor. Trilogi lingkungan pendidikan mengajarkan kepada kita, pendidikan harus mencakup sinergitas atas tiga lingkungan. Tiga lingkungan utama itu adalah rumah tangga, sekolah dan lingkungan sosialnya. Keluarga memerankan sebagai penanaman dasar aqidah, ibadah dan akhlaq. Sekolah melanjutkan apa yang ditanamkan di rumah dengan menambahkan kecerdasan intelektual, afektif dan psikomotorik. Sedang lingkungan menciptakan situasi dan kondisi yang aman dan nyaman. Keteladan para pemimpin, sikap dan prilaku bersahaja, taat hukum, kepemimpinan yang produktif, mengayomi dan melindungi masyarakat adalah contoh yang baik bagi masyarakat. Sebaliknya, pemimpin yang glamor, bermewah-mewah, tidak peduli dan hanya memperkaya diri dan kelompoknya saja, hanya akan terasa kontra produktif.
Karena itu, yang kesabaran dan keikhlasan, keletadanan di semua lingkungan pendidikan dari dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial akan menjadi kunci sukses umat Islam dan bangsa Indonesia di masa depan. Satu hal lagi yang penting, yaitu pengharapan kepada Allah swt. melalui doa-doa yang kita panjatkan. Akhirnya kita memohon kepada Allah swt. semoga kisah pengorbanan Nabi Ibrahim as beserta keluarganya menjadi spirit dan kita untuk menjadi keluarga kita sebagai keluarga yang memiliki ketahanan karena memiliki iman dan taqwa yang kokoh, berilmu dan berakhlak yang mulia.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، تَقَبَّلَ اللهُ مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ الرَّؤُوْفُ الرَّحِيْمُ