MUI SultengTausiah

Belajar Dari Covid-19 Melahirkan Jiwa Setia Kawan

Oleh: Dr. Abdul Gafar Mallo, M.H.I.

Wabah Corona Virus Disease Nineteen (Covid-19) yang merambah berbagai negara dengan seketika telah merubah wajah dunia secara mendadak. Keramaian berubah menjadi kesunyian yang merata, aktifitas di sekolah-sekolah dan perkantoran beralih tempat menjadi belajar dari rumah (learning from home) dan bekerja dari rumah (work from home), beribadah yang semula di rumah-rumah ibadah seperti masjid menjadi beribadah di rumah (worship at home), banyak tenaga kerja diPHK dan dirumahkan akibat tidak sedikit perusahaan industri menghentikan sesaat masa beroperasi, pertumbuhan ekonomi melambat, kemampuan daya beli masyarakat menurun. Pola dakwah pun berubah dari sistem konvensional menjadi sistem online dengan menggunakan aplikasi zoom meeting, voice note, whatsApp, video conference, dll.

Dalam interaksi sosial, kebijakan penerapan protokol Covid-19 seperti menjaga jarak, yaitu jarak sosial (social distancing) dan jarak fisik (physical distancing) melalui pembatasan sosial berskala besar (PSBB) bertujuan untuk mencegah penularan dan penyebaran Covid-19 secara meluas. Hal tersebut dilakukan mengingat penyebaran virus ini sulit dideteksi serta dapat dipastikan bahwa setiap orang berpotensi terhadap tertularnya virus Covid-19 dengan tanpa memandang strata sosial dan batas-batas wilayah. Penyebaran dan penularan virus ini tidak boleh dipandang remeh, karena telah menimbulkan banyak korban jiwa (meninggal) di seluruh dunia.

Walau Covid-19 telah menimbulkan dampak sosial dan perubahan global sebagaimana di atas, namun kehadiran Covid-19 telah memberi hikmah dan pelajaran besar kepada umat manusia, khususnya umat Islam yang tengah menunaikan ibadah di bulan suci Ramadan. Pelajaran dan hikmah tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu:

Aspek Teologis

Secara teologis penyebaran virus Covid-19 sangat disadari dapat memperkokoh pondasi keimanan sesuai firman Allah swt dalam QS. Ali Imran(3:191) “ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Bagi orang-orang berakal, makna ayat ini memberi kesan dan kesimpulan bahwa Allah tidak menciptakan semua yang ada di langit dan di bumi dengan sia-sia. Dampak Covid-19 telah memberi pengaruh pada tumbuhnya kesadaran teologis akan adanya kekuatan yang menggerakan semua sistem di alam raya. Ketakutan pada tertularnya virus ini melahirkan kedekatan diri dengan Sang Pencipta sembari memohon kepadaNya agar dijauhkan dan dihindarkan dari virus-virus dan penyakit-penyakit berbahaya lagi mematikan.

Kesadaran teologis tersebut sering disimbolkan dengan intensitas positif terhadap pelaksanaan ibadah (mahdlah) dan berdoa. Bagi mereka yang intensitas teologisnya mengalami perubahan dan peningkatan – bila mengalami sesuatu – selalu berpandangan ada nilai dan manfaat yang dirasakan atas kebesaran Allah saw. Selalu mengingat Allah di setiap waktu dan keadaan baik saat berdiri, duduk maupun berbaring. Penting disadari bahwa kesadaran teologis yang demikian baik tidak akan membuahkan hasil jika tidak dibarengi ikhtiar yang kuat. Ikhtiar-ikhtiar dimaksud antara lain mengikuti himbauan Pemerintah dan fatwa Ulama serta mengikuti petunjuk Protokol Covid-19.

Aspek Sosiologis

Meluasnya kasus Covid-19 di Indonesia sejak awal Maret 2020 disusul dengan terbitnya berbagai aturan dan pembatasan, khususnya pembatasan melaksanakan ibadah secara berjama’ah di masjid, telah menimbulkan kegaduhan dan pro-kontra di kalangan umat Islam. Tentu hal ini dapat dimaklumi. Mengingat hubungan sosiologis antara masyarakat dengan agama yang dianut dan simbol-simbol keagamaannya sangat kuat dan sangat kental. Menguatnya nilai-nilai agama (pengamalan) pada suatu masyarakat sangat didasari pada beberapa fungsi agama, yaitu: fungsi edukatif, penyelamat, pendamai, sosial kontrol, pemupuk rasa solidaritas, transformatif, kreatif dan sublimitif. Sehingga tidak heran, pembatasan ibadah secara berjama’ah di masjid terjadi penolakan di beberapa tempat. Karena dipahami seakan-akan masyarakat dilarang beribadah dan dipandang mencampuri urusan kebiasaan pengamalan ibadah yang telah berlangsung lama.

Pada konteks ini setiap orang dan lembaga/organisasi memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki pola interaksi di antara orang-orang yang terdapat dalam masyarakat, sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dan mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi. Menumbuhkan kepedulian dan tanggung jawab sosial. Bila dicermati secara mendalam sembari merenungi QS. Ali Imran(3:191), kemunculan Covid-19 telah memberi pelajaran dan hikmah dari aspek sosiologis, antara lain: a) tumbuhnya kedekatan dan keakraban hubungan dalam keluarga antara orang tua dengan anak-anak. Di mana anak-anak yang sebelum Covid-19 kurang mendapat perhatian orangtua karena kesibukan bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah. Dengan belajar dan bekerja dari rumah orang tua dapat menemani sekaligus membimbing anak-anak di rumah pada jangka waktu yang relatif lama; b) bangkitnya solidaritas sosial di kalangan masyarakat. Kesadaran berbagi dan saling membantu terhadap sesama muncul di berbagai komunitas. Dengan fenomena ini seakan ada pesan menarik bahwa walau fisik berjarak tapi hati dan perhatian selalu dekat; c) kesadaran yang semakin baik terhadap hidup bersih secara perorangan, kelompok dan masyarakat yang diaplikasikan dengan mencuci tangan, menerapkan pola hidup sehat serta bijak ketika batuk dan bersin.

Uraian-uraian dalam perspektif sosiologis di atas sejalan dengan hadis Nabi saw: خير الناس من طال عمره وحسن عمله، وشرالناس من طال عمره وساء عمله “sebaik-baik manusia, siapa yang panjang usia dan amalnya; seburuk-buruk manusia, siapa yang panjang usia dan buruk amalnya”. 

Aspek Psikologis

Ancaman penularan Covid-19 telah mengubah respons psikologis terhadap interaksi biasa, lalu membuat orang-orang berperilaku dengan cara yang tidak terduga. Di antara perubahan perilaku tersebut adalah panik, curiga, takut, malu, depresi, cemas dan tertutup. Betapa tidak, ketika seseorang terlapor positif dan masuk daftar Orang Dalam Pengawasan (ODP) atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dipastikan orang tersebut langsung mengalami gangguan psikologis seperti malu, takut dan panik. Keadaan psikologis seperti itu telah digambarkan Allah swt dalam QS. al-Nahl(16:112) “dan Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizkinya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat”. Selain itu pula, dampak Covid-19 telah menimbulkan kekhawatiran dalam masyarakat, bahwa dengan pembatasan dan pelarangan merupakan upaya menjauhkan umat dari agamanya dan terputusnya hubungan silaturrahim di antara sesama (karena kekerabatan, persaudaraan, seiman dll).

Seiring dengan dampak-dampak di atas, tampaknya kemunculan Covid-19 telah memberi pelajaran positif dan hikmah dari sisi psikologis, antara lain: a) hubungan vertikal dengan Sang Pencipta menjadi semakin intens; b) menyadari diri sebagai makhluk yang lemah dan berdosa; dan c) optimisme – semangat, kepercayaan diri, harapan – yang disandarkan pada pesan Ilahi QS. al-Syarh(94:5-6) “sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.

Kepedulian untuk mengobati pasien – baik secara medis maupun non medis – khususnya yang dilakukan oleh para psikolog dan psykiatri menjadi hal penting. Kepedulian tersebut adalah usaha sadar dalam upaya pemulihan dan rehabilitasi agar tetap semangat dan percaya diri di tengah gempuran Covid-19. Karena itu, untuk menyikapi ancaman pandemik Covid-19 sepatutnya kita ikuti petunjuk Ibnu Sina berikut: اَلوَهمُ نِصفُ الدَّاءِ، وَالإطمِئْـنَانُ نِصفُ الدَّوَاءِ، وَالصَّبرُ بِدَايَـةُ الشِّفَاءِ  “delusi (kawatir) itu separuh penyakit, ketenangan separuh pengobatan dan sabar awal dari kesembuhan”.

Aspek Pekerjaan Sosial (Social Work)

Di Indonesia, kasus Covid-19 telah menimbulkan banyak korban jiwa (meninggal) mulai dari masyarakat kecil, para medis hingga pejabat dengan data terkini Jumat, 08 Mei 2020 terkonfirmasi positif 13.112 orang, meninggal 943 orang dan sembuh 2.494 orang. Intervensi kasus bagi mereka yang tertular dan upaya mencegah penularan secara meluas tidak mungkin bisa secara perorangan, melainkan harus dilakukan secara kolektif dan holistik mulai dari level mikro, mezzo dan makro. Level mikro meliputi individu, keluarga, kelompok. Level mezzo meliputi organisasi dan komunitas. Level makro berupa kebijakan. Pada konteks ini intervensi kasus Covid-19 menggunakan pendekatan pekerjaan sosial (social work). Pekerjaan sosial dimaksud adalah “aktifitas profesional membantu individu, kelompok dan masyarakat untuk meningkatkan dan memperbaiki kemampuan mereka dalam keberfungsian sosial serta menciptakan mereka untuk mencapai tujuan”. Seluruh aktifitas profesional pekerjaan sosial tersebut dilakukan oleh Pekerja Sosial (Social Worker).

Pelajaran dan hikmah Covid-19 dari aspek pekerjaan sosial adalah tumbuhnya kesadaran bersama di seluruh komponen pada level-level di atas dan semua itu berjalan secara sinergi juga terintegrasi. Hal itu sesuai hadis Nabi saw:  خير الناس انفعهم للناس”sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesama”. Hasilnya, jumlah korban meninggal akibat Covid-19 lebih sedikit bila dibandingkan beberapa negara di dunia seperti Amerika Serikat, Italia, China, Brazil dan Spanyol, walau ada fenomena di sebagian masyarakat yang terlihat “keras kepala” seperti merasa diri sehat, lebih takut Allah daripada Corona, abai terhadap himbauan dan protokol Covid.  

Covid-19 telah melahirkan jiwa-jiwa tenang dan setia kawan di antara sesama yang mungkin sebelum masa Covid-19 jiwa-jiwa tersebut terabaikan dan tidak termanifestasikan secara maksimal. Jiwa-jiwa tenang dan setia kawan adalah jiwa-jiwa yang terbentuk dari akhlak terpuji (akhlak mahmudah). Menurut Imam Ghazali, induk dan prinsip akhlak hingga melahirkan akhlak baik atau terpuji ada empat, yaitu: kepandaian, keberanian, kesederhanaan dan keseimbangan. Kepandaian adalah kondisi jiwa yang dengannya dapat membedakan antara kebenaran dan kesalahan di semua level perbuatan yang disengaja. Keseimbangan adalah kondisi dan daya jiwa yang dengannya dapat mengendalikan dan menyeimbangkan frekwensi syahwat agar selalu berada di bawah pengaruh (putusan) akal. Keberanian adalah kondisi ketundukan daya (potensi). Kesederhanaan adalah terdisiplinkannya daya (potensi) oleh akal dan hukum.  

Belajar dari Civid-19 dengan mencermati pandangan Imam Ghazali dan uraian keempat aspek di atas, sesungguhnya Covid-19 telah melahirkan jiwa dan semangat kesetiakawan sosial, menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab sosial serta membangkitkan kepedulian dan soliditas sosial. Itulah jiwa setia kawan. Allah a’lam.

Berita Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker